Kamis, 06 Desember 2007

Kisah Pejuangan Siti Yang Malang

Matahari beranjak turun, Satu demi satu papan penopang rumah Siti Amra, 60. Warga Desa Pulau Kayu kecamatan Susoh. Selasa (24/1) petang di bongkar.

Ditempat itu Pemerintah akan membangun terminal tunggu bandara pulau kayu. Siti menolak tanahnya digunakan sebelum pemerintah membayarnya dengan harga yang pantas.

Siti yang menghuni rumah itu masih saja terdiam, sesekali dia melihat aksi belasan polisi pamong praja Kabupaten Aceh Barat Daya lalu lalang membawa helai demi helai papan rumahnya.

Tidak hanya papan rumahnya, Peralatan rumah seperti rak piring dan peralatan dapur milik Siti pun diboyong ke dalam satu truk berwarna kuning milik pemkab Abdya.

Sesaat kemudian dinding rumah siti sudah lepas dari "warangakanya", tidak ada lagi pelindung hujan dan angin. "Bakar saja rumah ini," pinta Siti sambil sesekali membanting kepalanya kedinding kamar.

Hanya ada satu kamar di rumah reot milik Siti, selebihnya ruang tamu, ada juga dapur yang terletak dibelakang rumah. Rumah tersebut berbentuk panggung, ukurannya sangat sederhana tidak lebih dari 5X4 meter.
Polisi Pamong Praja terus saja membongkar rumah tempat Siti membesarkan putra dan putrinya. "Saya tidak mau keluar dari rumah saja, bakar saja," pekik nenek tua itu.

Siti kemudian diam, "kalo kalian bawa saya keluar saya akan bunuh diri," Kata siti sambil mengambil mengambil penghancur sirih "cubek" yang sedari awal di genggamnya.

Ujung Cubek diarahkan keperut bagian bawah, "coba saja berani kalian," Ucap Siti. Melihat hal itu Yusbar komandan Polisi Pamong Paraja berusaha membujuk Siti. Namun upaya Yusbar di sambut dengan makian. " Pergi kalian biarkan saja saya mati disini," Kata Siti.

Upaya membujuk Siti kemudian dilakukan oleh Keucik Pulau Kayu, Erni. " Ayolah Mak Lot, Nanti kita selesaikan," bujuk Erni. Upaya Erni juga tidak mendapat sahutan dari nenek yang disapa Mak Lot.

Kasat Serse Iptu Sunaryo sepertinya tidak mau berlama-lama, Negosiasi yang dilakukan tidak juga membuahkan hasil, Yusbar Kemudian diperintahkan oleh Iptu Sunaryo untuk merebut "Cubek".

Beberapa Polisi Pamong praja kemudian berhasil merebutnya. Sempat terjadi aksi-saling dorong di dalam "gubuk" Siti. Karena anak-anak serta beberapa cucu nenek tua itu menyerbu masuk kerumah, setelah Polisi Pamong Praja merebut cubek milik Siti. "Jangan ganggu ibu saya," Seorang cucu laki-laki Siti kemudian mendorong polisi pamong praja yang mengambil cubek Siti.

Sambil meronta-ronta karena tangannya dipegang erat siti kemudian memekik. "Koruptor, jangan kalian ambil rumah ku, bakar saja, tembak saja saya biar kalian puas," pekik nenek itu sambil terus meronta-ronta.

Kemudian Siti lemas, "kemungkinan" pingsan, cucunya kemudian memberikan Siti air, "Ini air nek," Ucap sang cucu pelan. Sementara Putri Siti membasahi kerut wajah Siti. " Mak..Sadar mak," Ucap putrinya.

Beberapa saat kemudian Siti siuman, Kemudian dia meronta lagi, "Bunuh saja saya," Ucap Siti dengan suara agak pelan.

Anaknya kemudian merebahkan Siti kepangkuannya, " Ayo Kita pulang kerumah saya saja," Ajak putrinya. Namun Siti juga tidak mau. " Biar saya mati disini," Ucap nenek yang telah kehilangan suaminya.

Setelah dibujuk, tepat pukul 19:00 Siti baru keluar dari rumahnya. Putra tertua Siti Zulhalmi mengendong Ibunya keluar dari rumah menuju kediamannya di Desa yang sama.

Setiba dirumahnya, siti dilarikan kerumah sakit, Ia mendapat perawatan intensif dari dokter dirumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya. "Sakit darah tinggi nenek kambuh," Kata salah satu kerabat Siti.

Pembongkaran paksa rumah Siti dilakukan setelah Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya mendapat dukungan dari Pengadilan Negeri Tapaktuan.

Pemkab Aceh Barat Daya sempat mendatangkan Ketua Pengadilan Negeri Tapaktuan, Ardi Johan SH beserta beberapa stafnya ke rumah Siti.

Perintah pembongkaran dikeluarkan Asisten Administrasi dan keuangan Sekdakab Aceh Barat Daya, Ir H M Yunus, SH. "kita sudah mendapat suratnya," kata Kepala Bagian Pemerintahan Setdakab Abdya, Hasbi Hasan, S.Sos kepada wartawan Selasa (24/1) di lokasi pembongkaran.

Apa yang diperjuangkan Siti tidak lain untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah, Menurut Zulhalmi ibunya tidak menolak pembangunan bandara tersebut, "namun janganlah paksa ibu untuk menerima harga yang ditawarkan pemerintah sebesar Rp 20.000/meter untuk tanah produktif dan Rp 5.000, untuk tanah yang kurang produktif.

"Semua tanah kami harus dibayar Rp 20.000/meter, tidak ada lagi tanah perbedaan antara tanah produktif dan yang tidak produktif," kata Zulhalmi

Kuasa hukum Siti, Mustikal Saputra, menentang aksi eksekusi itu, Mustikal menyebut pemerintah telah melanggar Hak Azazi Manusia tentang hak ekonomi, sosial dan budaya. "Jelas mereka telah melanggar HAM," kata Mustika. Terlebih, katanya, pemerintah tidak mengunakan peraturan baru tentang pengadaan tanah untuk kepentingan hukum."Tanah itu dalam proses persengketaan belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Proses itu telah cacat hukum," kata Mustikal

Tidak ada komentar: