Senin, 07 April 2008

Pembebasan Lahan BPKS ‘Berselemak’ Calo


NEGARA RUGI PULUHAN MILYAR

Mark Up Pola Baru


Kabar tak sedap menerpa BPKS. Lembaga ini ditengarai memelihara para calo tanah kemudian BKPS membeli dengan harga tinggi dari mereka. Dengan mark up pola baru ini, selain rakyat yang dirugikan lantaran tanah miliknya dibayar harga miring, juga puluhan milyar uang negara masuk ke kantong sekelompok kecil yang punya akses ke BPKS.


Hasil investigasi wartawan Waspada selama sepekan ini menguatkan investigasi GeRAK Aceh yang dirilis sebelumnya. Dilaporkan GeRAK, meski jual beli tanah melalui mekanisme calo. Namun, direkayasa seolah BKPS melakukan pembelian tanah sesuai standar BPKS.


Praktik ini, menurut GeRAK, tidak terlepas dari peranan para calo di lapangan yang mampu mengakusisi dokumen pembelian dari calo menjadi legal, seolah BPKS yang melakukan pembelian langsung kepada pemilik tanah. Dengan mengubah pola pembelian dari calo menjadi pembelian langsung, menurut GeRAK Aceh, menguntungkan pengelola BPKS, terutama bagi kepentingan pelaporan progres kinerja maupun proses pembelian tanah kepada pemerintah di Jakarta maupun di Koordinator Dewan Kawasan Sabang.


“Dengan berbagai dokumen di atas, seolah BPKS telah membelanjakan pengadaan tanah secara transparan dan taat administratif,” ungkap Udin, penanggung Jawab GeRAK Aceh, biasa di sapa, kepada Waspada di Banda Aceh, Kamis (3/4).


Investigasi GeRAK Aceh selama 10 hari (15-25 Feb’08) berhasil membuktikan pembelian yang dilakukan BPKS umumnya menggunakan mekanisme calo yang sesungguhnya hanya memiliki dua dokumen pembelian, yakni berupa Kuitansi Pembelian dan Dokumen Surat Keterangan Ganti Rugi yang mana camat menjadi saksi.


Dari menelusuran GeRAK Aceh dan keterangan yang Waspada himpun di lapangan, terjadi selisih harga luar biasa besar. Calo membeli tanah ke pemilik asli, seperti di kelurahan Ie Meulee, misalnya, harga pembelian di lapangan oleh para calo antara Rp. 30.000 s/d Rp. 35.000/meter. Di sini, Irwandi, pemilik tanah baru, menjual ke BPKS sebesar Rp. 130.000/meter.


Hal ini terungkap dari dokumen pembelian BPKS yang Waspada peroleh di Kecamatan Sukajaya, Sabang. Begitu pula disejumlah kelurahan lainnya. Rata2 pemilik baru alias calo tadi mengaut keuntungan tiga s/d empat kali lipat.


Lebih parah lagi temuan GeRAK di Kelurahan Krueng Raya. Disebutkan pembelian tanah dengan sistem borongan, yakni per 1 hektar Rp. 90juta,-. Dengan kata lain, tanah di situ dihargai Rp. 9.000/meter.


Pemilik tanah umumnya tidak tahu harga standar yang ditentukan BPKS. Bahkan mereka tidak pernah diberitahu kalau pihak BPKS membutuhkan lahan. Menurut warga pemilik tanah, BPKS tidak pernah menginformasikan tentang maksud pembelian tanah di tingkat kecamatan, kecuali oleh sang calo. Bukti bahwa BPKS membeli tanah dari calo terungkap saat Waspada terjun ke Kelurahan Ujong Kareung, Balohan dan Kelurahan Anoe Itam, tidak satu pun warga kenal dengan nama pemilik tanah yang dibeli oleh BPKS. “Tidak ada satu nama pun yang saya kenal,” kata Sekdes Ujong Kareng, Jafar HS, saat Waspada sodori dokumen pembelian tanah dari BPKS.


Kecuali sejumlah nama diantaranya, Hirwan Jack, Ina Hirwan Jack, yang memiliki tanah di kawasan Balohan, masing-masing 9.094 meter dan 7.410 meter. Yang dibayar BPKS 45.000 permeter. Pasangan suami Istri ini dibayar BPKS Rp742.680.000 untuk tanah tersebut, kerabatnya bernama Nurkholis, memiliki tanah di kawasan Ujong Kareung seluas 6.212 meter yang di bayar BPKS hampir setengah Milyar. Rekan Hirwan Jack, Wagimin,SP memiliki dua areal tanah di kawasan Cot Abeuk 13.081 dan 4.284 meter. Yang di bayar BPKS hampir Rp 1,5 milyar.


Empat nama yang disebut diatas memiliki hubungan dengan petinggi BPKS, Ir Teuku Saiful. Namun Hirwan Jack yang di tanyai Waspada membantah dirinya terlibat dalam aksi percaloan itu. “Apa tidak boleh saya menjual tanah warisan saya kepada BPKS, Jangan hubungkan saya dengan Saiful, sebagai abang ipar,” kata Hirwan Jack. Di laporkan, Kepala BPKS Ir Saiful Ahmad menyunting adik ipar Hirwan Jack.


Keterangan Hirwan Jack soal tanah warisan dibantah oleh sejumlah warga yang Waspada temui secara terpisah. Warga Ujong Kareng dan Cot Abeuk, mengaku tanah-tanah di kawasan itu di beli Hirwan Jack, tapi mengatas namakan orang lain. “Tanah-tanah di sini, sebagian besar di beli oleh Hirman Jeck,” kata Jafar HS, Sekdes Ujong Kareng, sambil telunjuk tangannya mengarah ke bukit.


DIPA Rp. 100.000/M Sesuai DIPA pembebasan lahan, BPKS telah memplotkan satuan harga Rp. 100.000/meter anggaran tahun 2006 dan 2007. Namun, kata Gerak, BPKS tidak pernah memberitahukan atau mensosialisasikan kepada masyarakat tentang besaran dana yang tersedia. Ganti rugi tanah masyarakat ini dilakukan sejak 2003 hingga anggaran 2007.


Sumber dana dari APBN. Data yang dikeluarkan BPKS menyebut, uang yang dikeluarkan untuk ganti rugi itu sebesar Rp. 111.962.861.512. Rinciannya, Rp. 108 milyar lebih untuk pembelian tanah, sisanya untuk administrasi. Luas areal yang sudah dibebaskan seluruhnya 1.582.737 M2 atau 158,274 hektar.


Menurut Gerak Aceh, pemilik tanah rata-rata menerima ganti rugi antara Rp. 35.000 s/d Rp.55.000/meter dari calo. Artinya. Lanjut Ambo Bugis, Investigator dari GeRAK Aceh yang juga Manager Program dan Politik Anggaran di lembaga ini, kalau setengahnya saja keuntungan yang dikaut oleh calo yang diduga di‘peliharaan’ oleh oknum BKPS itu, maka negara rugi sekitar Rp. 50 milyar dalam paket ganti rugi tanah masyarakat. Jalan Masuk


Calo masuknya praktik calo, diungkapkan GeRAK Aceh. Pihak BPKS dalam proses pembelian tanah tidak melibatkan Pemerintah Sabang. BPKS bertindak sendiri, tidak melibatkan Tim Panitia Sembilan. Mekanisme beli langsung yang ditempuh BPKS ini memberi jalan para calo masuk dalam proses jual beli tanah masyarakat.


Cara yang dilakukan BPKS, Menurut Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahyuddin, jelas melanggar aturan. Pihak BPKS bukan tidak tahu. Pembelian di Cot Abeuk, diakui sendiri oleh Kepala BPKS sebagai kesalahan sebagaimana terekam dalam pertemuan tanggal 12 Desember 2007 dengan pihak Pemerintah Kota Sabang.


Keputusan melakukan pembelian tanah tanpa ada persetujuan izin lokasi dan dokumen Detail Engeenering Design (DED), sebut Gerak Aceh melanggar aturan pertanahan yang dibuat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana yang tercantum dalam pasal (2) dan (3). Selain itu, lanjut Akhiruddin Mahyuddin, BPKS juga mengingkari proses komunikasi dengan Pemerintah Kota Sabang dalam hal memenuhi persyaratan dikeluarkannya izin penetapan lokasi. Dampak dari inisiatif BPKS ini telah melahirkan kekhawatiran bagi masyarakat pemilik tanah, Pemerintah Kecamatan di Sabang dan Pemerintah Kota Sabang secara umum.


BPKS Sangkal


Benar saja pihak BPKS menyangkal semua tuduhan GeRAK Aceh. Ketua BPKS, Ir Saiful Ahmad saat dikonfirmasi Waspada menyatakan semua pembelian tanah sudah memenuhi prosedur. “Tidak benar itu, kita juga sudah diperiksa oleh Kejaksaan, tidak ada masalah ,” kata Saiful Ahmad di ujung ponsel, saat dihubungi Waspada, Selasa (1/4). Dia keburu keluar kota dan berjanji akan bertemu pekan depan sekembali dari rapat di Jakarta.


Namun Anwar Hamzah salah satu Deputi di BPKS yang ditemui langsung Jumat (4/4) pekan lalu, tidak membantah terjadinya aksi percaloan dalam kasus pembelian tanah BPKS, Sosialiasi pembelian itu menurut Anwar dilakukan saat lokakarya yang melibatnya Pemerintah, anggota dewan, dan sejumlah kepala desa.


“Kita memang tidak ceramah sampai ke kampung-kampung,” kata Deputi Hubungan Antar Lembaga BPKS itu. Anwar menyebut pihaknya tidak melibatkan pemerintah Kota Sabang, dalam pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum, “Kalo untuk kepentingan umum kita melibatkan Pemko, kebijakan ini sesuai dengan aturannya. ” Kata Anwar.


Penglibatan Pemko menurut Anwar akan berdampak pada kehadiran spekulan tanah yang lebih besar lagi. “Kami khawatir akan terjadi spekulan lebih besar lagi,” ungkapnya. Pembelian tanah BPKS selain untuk kepentingan umum sesuai aturan telah dilakukan langsung dengan pemilik tanah, “jadi tidak ada calo tanah di BPKS, karena kita membeli tanah dari masyarakat,” kata Anwar.

Tidak ada komentar: