Selasa, 22 Januari 2008

Konflik menurut pantauan WB

Laporan Pemantauan Konflik di Aceh
1– 30 November 2007
Bank Dunia/DSF
Di bulan November, jumlah konflik meningkat tajam setelah sempat mereda selama bulan puasa, tetapi kekerasan masih tetap dalam tingkat rendah.1 Terdapat 26 kejadian demonstrasi, yang merupakan angka tertinggi yang pernah dicatat dalam Laporan ini. Demonstrasi terbesar terjadi di Aceh Barat Daya (Abdya), dimana baik pendukung Bupati Akmal Ibrahim maupun penentangnya saling unjuk kekuatan dalam pengerahan masa dalam jumlah ribuan. Situasi konfrontatif serupa juga terjadi di Nagan Raya, dimana sekelompok koalisi masyarakat sipil menuntut Bupati turun dari jabatannya.

Di Aceh Tenggara, meski pemerintah propinsi ikut turun tangan untuk mengakhiri konflik atas hasil pilkada, namun hingga kini masyarakat masih terpecah-belah dan Bupati baru masih belum mampu menjalani roda pemerintahan dengan baik.. Kasus-kasus ini semakin menunjukkan bahwa stabilitas politik masih rentan di beberapa wilayah di Aceh.

Konflik politik ini berpotensi besar berubah bentuk menjadi konflik dengan kekerasan. Terakhir, lima konflik yang terjadi di bulan ini menunjukkan ketegangan yang terus berlangsung antara Aceh dan Jakarta mengenai pelaksanaan proses perdamaian, dan ketegangan antara mantan kombatan GAM dengan aparat keamanan pemerintah. Meski Forum Koordinasi dan Komunikasi (FKK) Damai Aceh telah menunjukkan kapasitasnya dalam menangani kasus skala-terbatas dengan mengedepankan efisiensi dan kenetralannya, namun FKK masih belum membuktikan kemampuannya dalam mengatasi isu yang lebih luas, apalagi mencari jalan keluar mengenai ketidak–sesuaian yang terjadi dalam pelaksanaan MoU.

Setelah libur Lebaran, Jumlah konflik meningkat kembali, namun kekerasan tetap rendah Setelah rendahnya tingkat konflik yang tercatat pada bulan lalu, jumlah konflik meningkat tajam pada bulan November, dimana terdapat 102 insiden.

Sebagian besar karena tingginya jumlah pertikaian administratif. Sementara itu jumlah konflik politik dan sengketa atas akses sumber daya masih tetap stabil. Sedangkan kekerasan masih rendah, dengan 11 insiden kekerasan yang dilaporkan bulan ini. Namun masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa turunnya kekerasan sejak September sampai dengan November adalah bersifat sementara saja, atau menandakan bahwa Aceh sedang mengalami kondisi kembali ke situasi relatif normal setelah tingginya angka kekerasan yang mewarnai setengah tahun pertama.

Insiden kekerasan bulan November mengakibatkan satu kematian, jumlah kasus kematian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Demonstrasi meningkat, tetapi tidak ada kekerasan Terjadi 26 kali demonstrasi di bulan November, yang merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak data dikumpulkan. Ini merupakan perkembangan yang signifikan. Ada beberapa catatan terhadap demonstrasi-demonstrasi di bulan November.

Tidak satupun demonstrasi yang disertai kekerasan. Hal ini merupakan catatan tersendiri karena iklim demonstrasi di Indonesia yang sering dijadikan sebagai ajang “unjuk kekuatan”.

Ketidakpuasan atas penyaluran bantuan dan tuduhan korupsi adalah faktor penyebab utama terjadinya demonstrasi - demonstrasi bulan ini.

Demonstrasi sering digunakan sebagai alat untuk meluapkan ketidakpuasan ketika cara-cara lain telah gagal ditempuh; hanya 50% demonstrasi saja yang mengusung isu baru, sedangkan selebihnya mengenai isu yang telah pernah diprotes sebelumnya melalui cara lain, seperti pernyataan di pers atau delegasi.

Demonstrasi menyebar di seluruh Aceh. Setengahnya (13 dari 26) terjadi di Kota Banda Aceh, tetapi selebihnya terjadi di kabupaten lain. Terakhir, mahasiswa memimpin setengah dari jumlah demonstrasi tersebut, sedangkan yang lain dipimpin oleh NGO, perempuan, supir becak, atau warga desa. Dilihat dari jumlah masa, demonstrasi terbesar bulan ini adalah demonstrasi yang melawan Bupati Aceh Barat Daya.