Kamis, 06 Desember 2007

Aman Udin korban Konflik yang terlupakan

Kisah Si Pembuat Gula Aren Di Rimba Lhok Gayo

Konflik yang mendera aceh memang telah berakhir, pemerintah pun hingga kini terus melakukan rehabilitasi kepada korban konflik baik yang merupakan korban dari aksi Anggota Gerakan Aceh Merdeka maupun korban serdadu pemerintah Indonesia.

Namun rehabilitasi yang dijanjikan itu belum memberikan rasa adil keadilan bagi korban, masih banyak di pelosok Aceh korban perang itu yang terus menunggu janji.

Satu diantaranya Rahmat atau lebih dikenal dengan Aman Udin (80) si pembuat gula Aren di Rimba Lhok Gayo. Aman Udin dan Istrinya Aminah harus rela kehilangan rumah akibat di bakar oleh serdadu pemerintah.

Tidak hanya itu, anaknya sang anak Jumadin juga harus menanggung perih, ia harus dirawat secara tradisional selama sebulan di dalam rumah, “anak saya di aniaya oleh tentara,” kata Aminah (70). Sabtu, pekan lalu.

Kecuali 10 bambu beras, hingga kini pemerintah belum memberikan bantuan atas kemalangan yang menimpa Aman Udin dan keluarganya.

Setelah rumah beserta isinya hangus jadi abu, Aman Udin dan keluarganya harus tinggal di perkampungan Lhok Gayo, jauh dari tempat ia berusaha. Ditempat yang baru itu hidup keluarga miskin itu kian sulit.

Usahanya sebagai pembuat gula aren terganjal sebuah larangan, ia dan warga lainnya tidak di perbolehkan masuk kedalam rimba, terkait keamanan Aman Udin dan warga lainnya.

Saat konflik berkecamuk, Rimba Lhok Gayo merupakan arena perang antara pasukan Pemerintah dengan Anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di wilayah itu juga Aman Udin membuat Gula Aren.

Aman Udin kian binggung menghadapi hidup, ia berharap damai segera datang, sehingga tidak ada lagi perang dan penganiayaan. “Saya hanya mau buat gula aren untuk membeli beras,” Kata Aman Udin

Tidak hanya Aman Udin, puluhan warga lain juga bernasib serupa, kebun mereka jadi tidak terawatt dan menjadi semak belukar karena harus ditinggalkan, banyak warga Lhok Gayo yang beralih profesi dari petani menjadi pencari Ikan Lele agar bisa bertahan hidup.

Namun Aman Udin tidak memiliki keterampilan sebagai pencari Ikan Lele di rawa-rawa disekitar Gampong Lhok Gayo. Ia tetap bertahan sebagai pembuat Gula Aren.

Sebulan bertahan Aman Udin kemudian mengangkangi larangan masuk rimba. “Saya tidak mau keluarga mati karena kelaparan, dan saya juga tidak takut mati, toh memang sudah tua,” kata Aman Udin sambil tersenyum.

Keputusan untuk masuk rimba dan memulai rutinitas sebagai pembuat Gula Aren mendapat tantangan dari kelurganya yang takut pak tua itu jadi korban sengketa tentara pemerintah dan para kombatan. “ Saya tidak peduli, saya langsung masuk rimba,” kata Aman Udin.

Keputusan Aman Udin akhirnya berbuah pahit, beberapa kali Aman Udin di datangi tentara. Ia di cerca pertanyaan seputar aktifistasnya di tengah rimba. Ia juga di wanti-wanti oleh para combatan GAM. “posisi kita saat itu sangat sulit,” kata Aman Udin.

Beruntunglah Aman Udin memiliki keterampilan berbahasa batak dan bahasa Jawa. Karena itu pula semua kecurigaan dari serdadu pemerintah itu bisa teratasi.

Kepada combatan GAM, pembuat gula aren itu lebih memilih diam, “mungkin mereka tahu kerja saya cuma buat gula aren saja,” Kata Aman Udin sambil tersenyum. Sikap dan kemahirannya berbahasa itu membuat Aman Udin tetap bisa bekerja menghidupi kelurganya.

Pria yang tidak begitu terampil berbahasa Aceh mengaku membuat Gula aren adalah profesi yang bisa digeluti. “Saya tidak bisa cari lele, pekerjaan saya hanya sebagai pembuat gula aren, hanya itu yang saya bisa,” Kata Aman Udin

Waktu terus berlalu, kondisi keamanan di Aceh terus memprihatinkan, dan Aman Udin dalam kondisi itu terus saja menjalankan usahanya sebagai pembuat Gula Aren. “waktu itu saya hanya bisa berdoa agar Aceh aman,” Kata Aman Udin.

Harapan Aman terkabul, setahun setelah rumah hangus, bencana tsunami menghantam Aceh, dan delapan bulan kemudian RI dan GAM berdamai.

Meski luka dan perih sudah pulih, namun istri Aman Udin, masih bertanya, “Kami ini orang bisa, rakyat kecil. kenapa kami yang korban,?” Tanya Aminah.

Kini ditengah damai Aman Udin dan keluarganya hanya berharap pemerintah membangun kembali rumahnya yang dibakar, karena ia mengetahui pemerintah akan menyediakan rumah bagi para korban konflik. “Karena memang sudah di janjikan,” Kata Aman Udin

Disamping itu ia dan warga juga berharap pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat Daya membangun kembali jalan dan jembatan yang rusak dan memberikan modal berusaha para warga Lhok Gayo. “bantulah kami rakyat kecil ini,” harapnya.

Diakhir pertemuan dengan penulis, Aman Udin berpesan, Lupakan masa lalu, kita lihat masa depan bersama –sama. Habis

Tidak ada komentar: